Halaman

Sabtu, 17 Maret 2012

MENCINTAI PASANGAN TANPA SYARAT

Cinta yang indah, kadang-kadang tak menjadi indah lagi ketika yang kita dapat tak sesuai harapan, karena dalam cinta sering ada syarat berupa harapan-harapan baik. Jika syarat tak terpenuhi seperti pengorbanan semata. HARUS PERGIKAH CINTA?
Ketika Memilih Pasangan
Menikah bertujuan untuk :
• memperkuat kecintaan kita kepada Allah swt,
• lebih tenteram beribadah kepadaNya,
• menjaga kehormatan farji dari kemaksiatan, dan
• menyempurnakan agama agar lebih menghamba kepada Allah swt.


Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda:
"Seorang wanita dinikahi karena empat perkara: Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Berbahagialah orang yang menikahi wanita karena agamanya, dan merugilah orang yang menikahi wanita hanya karena harta, kecantikan, dan keturunannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka ukuran-ukuran lainnya bersifat duniawi
Menuntut kesempurnaan akan akan mempersulit keaadaan yang sebenarnya sederhana.
Abdillah bin Amrin ra berkata, bahwa Rasu¬lullah saw telah bersabda:
"Janganlah kamu menikahi wanita hanya karena kecantikannya, sebab kecantikan itu pada saatnya akan hilang. Janganlah kamu menikahi wanita hanya karena hartanya, sebab harta boleh jadi membuatnya congkak, Tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab seorang wanita budak yang jelek lagi hitam kelam yang memiliki agama (kuat dalam beragama) adalah lebih baik daripada wanita merdeka yang cantik lagi kaya, tetapi tidak beragama." (HR. Ibnu Majah).
Yang benar adalah menyempurnakan niat dari awal, jika penuh berkah dan ridho dariNya, maka titik kemuliaan menjadi seorang manusia, insya Allah akan dimudahkan oleh Allah untuk ada dalam diri kita.

Semakin banyak kriteria, semakin banyak keinginan , siap-siaplah kecewa. Bisa jadi yang diharapkan tak seindah realita.

1. BENIH KASIH TEMPAT CINTA DITUMBUHKAN
Secara naluriah, potensi rasa kasih sesungguhnya telah menjadi benih yang tertanam dalam jiwa setiap manusia. Ini sebagai SYARAT ANTAR MANUSIA, yang menyebabkan kehidupan manusia berjalan sesuai dengan firah yang telah digarikan-Nya. Saling memberi pertolongan, memikul beban, dan memenuhi hak dan kewajibannya.
Tanpa benih rasa kasih, seorang manusia akan hidup dalam egismenya. Maka setelah benih disemai, diperlukan dada yang lapang pada kedua pasangan. Saat manis, saat susah, saat senang harus dirasakan keduanya. Jika kedua pasangan menyadari bahwa rumah tangganya harus langgeng sampai hari tua, maka semua kendala dalam rumah tangga justeru akan menguatkan keduanya.
Dada yang lapang inilah gambaran rasa kasih pada diri kedua pasangan, gunakan pola memberi dan menerima.

2. BERKORBAN DENGAN KASIH
Rasa kasih yang ditanam akan menumbuhkan tunas-tunas pengorbanan sebagai kematangan seseorang karena kenginan untuk memberi dan kemampuannya mengelola peluang ketidakpuasan.
Kematangan pribadi seseorang sangat mempengaruhi dinamika perkawinan. Jika pasangan suami isteri biasa melatih diri menumbuhkan benih kasih akan memudakannya melakunan pengorbanan. Jika sebaliknya, maka masing-masing akan mencari kesenangan dan hiburan sendiri-sendiri, kemudian akan timbul kebosanan.
Sikap apatis dan pasif merupakan indikasi munculnya masalah dalam perkawinan. Jika berlangsung terus-menerus, terakumulasi, maka berkembanglah ke gejala kerterpecahan emosi (emotional divorce), sebuah kesenjangan emosional yang timbul karena padam dan dinginnya cinta kasih. Secara formal masih utuh sebagai ikatan perkawinan, tetapi secara emosional ikatan komunikasi pasangan suami isteri sudah longgar.
Menyemai cinta dan merawatnya merupakan pekerjaan kolaboratif.

3. MELETAKKAN IKHLAS LEBIH TINGGI DARI PADA CINTA
Berkorban sering diartikan negatif, keterpaksaan. Banyak kejadian, kebahagiaan suami isteri sulit tercapai karena setiap individu merasa berkorban.
Berkorban tentu berat, maka ringankanlah dengan tanpa pamrih. Dengan ikhlas, berkorban bukan lagi pengorbanan atau mengorbankan diri. Nyatakanlah “Aku mencintai karena Allah”. Insya Allah semua menjadi ringan, tanpa syarat apapun. Alhubbu fillah wal bughdu fillah (mencinta karena Allah dan membenci karena Allah).
Beban akan muncul ketika kita mengharap balasan. Seyogyanyalah kita berharap balasan cinta dari Allah. Yakin bahwa pasangan kita pilihan Allah dan takdir-Nya, yang terbaik buat kita.
Dalam praktek kolaborasi ketulusan seseorang, ianya akan dipengaruhi atau dikalahkan oleh praktek politicking dan manipulating.

4. MENJAGA KOMUNIKASI DAN MEMATANGKAN SIKAP
1. Menyadari bahwa nikah adalah perintah agama.
2. Menikah adalah sebuah proses penyesuaian seumur hidup bersama pasangan. Maka nikmatilah proses saling mengerti.
3. Kendalikan ego. Saling bertanggungjawab untuk mewujudkan keluarga yang sakinah (saling cenderung), mawaddah (saling mencintai) dan rahmah (saling berkasih saying).
4. Bangun kualitas suami sholeh dan isteri sholehah.
5. Pupuk cinta dalam nuansa ibadah.
6. Jadikan qudwah hasanah sebagai model pembelajaran terbaik dalam rumah tangga.
7. Bangun kesetiaan.

Abdurrahman Ibn Al-Jauzy menceritakan dalam Shaed Al-Khatir kisah sebagai berikut ;
“Suatu hari Utsman Al Naisaburi ditanya, “Amal apakah yang pernah anda lakukan dan paling anda harapkan pahalanya?” Beliau menjawab, “Sejak usia muda keluargaku selalu berusaha mengawinkan aku. Tapi selalu menolak. Lalu suatu ketika, datanglah seorang wanita kepadaku dan berkata,”Wahai Abu Utsman, sungguh aku mencintaimu. Aku memohon atas nama Allah agar sudilah kiranya engkau menikahiku.” Maka akupun menemui orang tuanya yang miskin dan melamarnya. Betapa gembiranya ia ketika aku menikahi putrinya. Namun, ketika wanita itu datang kepadaku, setelah akad nikah, barulah aku tahu ternyata matanya juling, wajahnya sangat jelek dan buruk. Tapi ketulusan cintanya telah mencegahku keluar dari kamar. Akupun terus duduk dan menyambutnya tanpa rasa benci dan marah. Semua demi menjaga perasaannya, walaupun aku bagai berada di atas panggang api kemarahan dan kebencian.”
“Begitulah kulalui lima belas tahun dari hidupku bersamanya, hingga akhirnya ia wafat. Maka tiada amal yang paling kuharapkan pahalanya di akherat selain masa-masa lima belas tahun kesabaran dan kesetiaanku menjaga persaannya dan ketulusan cintanya.”

Dan kesetiaan itulah cinta di langit kebesaran jiwa.

(Dari berbagai sumber, ditulis kembali dari Dialog "Keluarga Muslimah" Radio Robbani FM, 14 Januari 2012, Nara Sumber : Siti Zunaenah)

2 komentar:

  1. Assalamualaikum Ummi ...

    Manfaat sekali tulisannya :)

    BalasHapus
  2. Terima kasih, semoga kita senantiasa terbiasa belajar untuk lebih baik:)

    BalasHapus