PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT BADAN
TERHADAP pH DAN WHC DAGING ITIK MANILA
YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL
Siti Zunaenah
Abstract: A research entitle Effect of Sex and Body Weight to
pH and WHC of Muscovy duck Meat that
Traditionally Farm had been carried out since October 10 to November 1,
1995. Get of sample Muscovy duck in
Cilacap and test of pH and WHC Meat at THT Laboratory, Animal Husbandry Unsoed,
Purwokerto. That research matter was 66
berds of Muscovy duck from traditionally farm was slughtery
age, 6 to 7 mounth (to be puberty). That research methode was suvey, its used in programme Completely Randomized Disighn (CRD) with factorial model 2 X 3, that 11 replicated. First factor was the sex, i.e. : S1 (male) and S2 (female). As second factor was body weight i.e. : B1 (1,1 – 1,3 kg), B2 (1,4 – 1,6 kg) and B3 (1,7 – 1,9 kg). The result of research data analisis can be summarized as follow : treatment interaction non significant effect (P > 0,05) to meat pH and WHC, i.e. : 6,0 and 114,894. The sex was significant effect (P <0,05) on pH, mean value of meat pH from male Muscovy duck was higher than female, and non significant (P > 0,05) on WHC. Body weight was non significant (P > 0,05) on pH or WHC)
age, 6 to 7 mounth (to be puberty). That research methode was suvey, its used in programme Completely Randomized Disighn (CRD) with factorial model 2 X 3, that 11 replicated. First factor was the sex, i.e. : S1 (male) and S2 (female). As second factor was body weight i.e. : B1 (1,1 – 1,3 kg), B2 (1,4 – 1,6 kg) and B3 (1,7 – 1,9 kg). The result of research data analisis can be summarized as follow : treatment interaction non significant effect (P > 0,05) to meat pH and WHC, i.e. : 6,0 and 114,894. The sex was significant effect (P <0,05) on pH, mean value of meat pH from male Muscovy duck was higher than female, and non significant (P > 0,05) on WHC. Body weight was non significant (P > 0,05) on pH or WHC)
Keywords: sex,
body weight, pH and WHC
PENDAHULUAN
Kebutuhan gizi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan untuk
mewujudkan bangsa yang sehat dan cerdas.
Kebutuhan ini semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah
pendduduk dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat diperoleh dari pangan nabati
maupun hewani. Oleh karena itu
produktivitas peternakan harus ditingkatkan baik berupa telur, susu atau
daging. Salah satu ternak penghasil
daging yang cukup potensial adalah itik Manila (Cairina moschata).
Di Indonesia itik Manila kurang diperhatikan dan dipelihara secara
tradisional (Bucle et. al., 1978)
sehingga dagingnya kurang populer. Pada
umumnya daging itik yang dikonsumsi adalah itik afkir, itik jantan dan itik
Serati yaitu itik persilangan itik Manila dan itik lokal (Setioko et al., 1985). Berbeda dengan Negara maju, itik Manila telah
dimanfaatkan sejak lama dan sekarang telah meningkat perannyakarena kualitas
karkasnya melebihi karkas itik peking.
Daging itik Manila termasuk daging yang baik dibanding itik jenis lain
(Samosir, 1983) dan memiliki protein yang cukup tinggi yaitu 16% (Direktorat
Jenderal Peternakan, 1995) sehingga cukup potensial untuk dikembangkan. Kelebihan lain itik Manila adalah mudah
pemeliharaannya, tidak membutuhkan keterampilan dan biaya tinggi, cepat tumbuh
dan tahan terhadap serangan penyakit.
Daging itik Manila sebagai bahan pangan hewani perlu diperhitungkan
mutunya agar masyarakat tahu dan gemar mengkonsumsinya karena kesukaan konsumen
dipengaruhi oleh mutu daging. Sementara
itu penelitian-penelitian terhadap mutu daging itik Manila masih jarang
dilakukan terutama pada peternakan tradisional, padahal jenis itik ini di
Indonesia masih dipelihara dengan sistem tersebut.
Menurut Soeparno (1992), mutu
daging dipengaruhi oleh keadaan sebelum dan sesudah pemotongan. Akan tetapi
pada peternakan tradisional umumnya tidak memperhatikan faktor-faktor sebelum
pemotongan. Parameter yang berhubungan
dengan kualitas daging biasanya meliputi pH (derjat keasaman), Daya Ikat Air
oleh protein daging yang biasa disebut Water Holding Capacity (WHC), warna,
keempukan dan tekstur, susut masak, flavor dan aroma. pHdaging berhubungan dengan WHC, kesan jus
daging, keempukan, susut masak, warna dan sifat mekanik daging (daya putus
Warner-Bratzler), kompresi, adhesi dan kekuatan tarik. Sedangkan WHC akan mempengaruhi susut masak
kesan jus daging dan penyusutan pada waktu penyimpanan atau pelayuan.
Karena pada umumnya ternak itik Manila masih dipelihara secara
tradisional, maka bobot badan pada umur yang sama sangat bervariasi baik jantan
maupun betina. Jenis kelamin dan bobot
badan pada waktu potong dimungkinkan berpengaruh baik secara bebas maupun
kombinasi terhadap kualitas daging yang dihasilkan, yaitu antara lain pH dan
WHC. Dengan demikian perlu diteliti
pengaruh jenis kelamin dan bobot badan itik manila terhadap kualitas daging
yang dihasilkan pada peternakan tradisional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin dan bobot
badan terhadap pH dan WHC daging itik Manila yang dipelihara secara
tradisional. Diharapkan penelitian ini
akan dapat memberikan informasi tentang pH dan WHC daging itik Manila yang
dipelihara secara tradisional baik jantan dan betina dengan bobot badan yang
berlainan, sertalebih memasyarakatkan daging itik Manila sebagai bahan makanan
yang berkualitas.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai
tanggal 10 Oktober sampai dengan 01 Nopember 1995. Pengambilan sampel itik manila dilaksanakan
di kabupaten Cilacap dan pengujian terhadap pH dan WHC daging dilakukan di
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode survey.
Rancangannya adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Steel dan
Torrie (1980) dengan pola factorial 2 X 3.
Perlakuan yang digunakan terdiri dari dua factor. Faktor pertama adalah jenis kelamin (S), terdiri
dari S1 (jantan) dan S2 (betina). Faktor
kedua adalah bobot badan, terdiri dari B1 (1,1 – 1,3 kg), B2 (1,4 – 1,6 kg) dan
B3 (1,7 – 1,9 kg).
Dari kedua perlakuan diperoleh 6
kombinasi perlakuan dan masing-masing diulang 11 kali. Materi penelitian yaitu sebanyak 33 ekor itik
Manila jantan dan 33 ekor itik Manila betina yang terdiri dari 11 ekor untuk
masing-masing perlakuan. Prosedur pengukuran
pH dan WHC adalah sebagai berikut :
1.
Pemotongan
(penyembelihan) itik manila dengan cara memotong vena jugularis dan arteri
carotis, kemudian dilakukan pembuangan bulu dan jeroan, pemotongan kaki dan
kepala, demikian juga kulit dan lemak yang melekat. Pemotongan dilakukan 10 kali (10 hari) dengan
jumlah itik tiap kali pemotongan tidak sama.
2.
Pengambilan
sampel daging pada daerah permukaan dada (Musculus
pectoralis).
3.
Pengukuran
kualitas daging yaitu oH dan WHC untuk masing-masing sampel secara bergantian.
Sedangkan metode pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1.
pH
menggunakan Hana Instrument Microcomputer pH meter, dan
2.
WHC
diukur dengan metode Ham (Soeparno, 1992) yaitu dengan membebani atau mengepres
0,3 g sampel dengan beban 35 kg pada kertas saring Whatman 41 di antar du
lembar plat kaca selama 5 menit. Area
yang ternoda cairan daging diukur dengan kertas millimeter blok. Kandungan air diketahui dengan rumus :
Area Basah (cm2)
WHC = - 8,0
0,0948
a daging pres
b total area
Area Basah = luas b – luas a (cm2)
Metode analisis
data menggunakan Analisis Varians (ANAVA) atau Analysis of Variance.
1.
Model
matematik :
Yijk
= µ + αi + βj +
(αβ)ij + ∑ijk
Yijk =
nilai WHC dan pH daging itik Manila pada jenis kelamin ke-I,
bobot badan
ke-j dan ulangan ke-k
µ =
rataan seluruh perlakuan
α =
pengaruh jenis kelamin ke-i
βj =
pengaruh bobot badan ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara jenis
kelamin ke-I dan bobot badan ke-j
∑ijk = kesalahan percobaan
2.
Tabel ANAVA
HASIL DAN
PEMBAHASAN
1.
Derajat Keasaman (pH)
Rataan hasil penelitian Pengaruh Jenis Kelamin dan Bobot Badan terhadap
pH Daging Itik Manila yang dipelihara secara tradisional, adalah tertera dalam
Tabel 1.
Tabel 1. Rataan
nilai pH daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional berdasarkan
jenis kelamin dan bobot badan
Keterangan
: Superskrip yang berbeda
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
S1 : jantan
S2 : betina
B1 : bobot badan 1,1 –
1,3 kg
B2 : bobot badan 1,4 –
1,6 kg
B3 : bobot badan 1,7 –
1,9 kg
Tabel 2. ANAVA
pH daging itik Manila
Keterangan
: S : Jenis Kelamin
B : Bobot badan
SXB : Pengaruh interaksi antara jenis kelamin dan
bobot badan
Pengaruh interaksi interaksi antara jenis kelamin dengan bobot badan
terhadap pH daging itik Manila
dari hasil analisis varians
(Tabel 2) adalah tidak nyata
(P > 0,05), demikian juga pengaruh bobot badan tidak berbeda nyata. Sedangkan jenis kelamin menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata (P < 0,05).
Dari data rataan, nilai pH daging itik Manila jantan lebih tinggi (6,83)
dari pada yang betina (6,77), hal ini diduga laju glikolisis post mortem pada
itik Manila jantan lebih lambat disbanding betina. Perbedaan laju glikolisis dipengaruhi oleh
cadangan glikogen otot. Soeparno (1992).
Cadangan glikogen otot berhubungan dengan aktivitas sebelum
pemotongan. Diduga itik Manila jantan
mempunyai aktivitas yang lebih banyak sebelum pemotongan disbanding itik Manila
betina, sehingga itik Manila jantan mempunyai cadangan glikogen lebih
sedikit. Cadangan glikogen yang sedikit
menyebabkan asam laktat yang terbentu sedikit sehingga penurunan pH daging
lebih sedikit. Buckle et al. (1978) menyatakan bahwa apabila cadangan
glikogen tinggi maka penurunah pH akan lebih tinggi, demikian pula
sebaliknya. Dinyatakan oleh Forrest et
al. (1975) bahwa penurunan pH daging post mortem bervariasi di antara ternak. Ada ternak-ternak yang mempunyai pH daging
hanya menurun sedikit selama beberapa jam pertama setelah pemotongan dan pada
saat tercapainya kekakuan daging, pH tetap tinggi yaitu antara 6,5 sampai 6,8.
Perbedaan yang tidak nyata pada pengaruh interaksi antara jenis kelamin
dengan bobot badan, dan pengaruh bobot badan terhadap nilai pH diduga karena
cadangan glikogen yang relatif sama antara itik Manila yang berbeda bobot
badannya. Diduga itik Manila dengan
bobot yang berbeda tersebut mempunya aktivitas yang relative sama pada saat
menjelang pemotongan sehinggamenghasilkan daging denga pH yang relative sama.
Keadaan pH daging sangat berhubungan dengan kriteria kualitas daging
lain seperti WHC, susut masak, keempukan, dan kesan jus daging. (Soeparno,
1992). Selama pH titik isoelektrik
protein daging yaitu 5,0 – 5,1 belum terlampaui maka struktur daging masih kuat
menahan air sehingga WHC daging tinggi.
2.
Water
Holding Capacity
Hasil pengamatan selama penelitian diperoleh rataan nilai WHC daging
itik Manila yang dipelihara secara tradisional berdasarkan jenis kelamin dan
bobobt badan, adalah tertera pada Tabel 2.
Tabel 3. Rataan
nilai WHC daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional berdasarkan
jenis kelamin dan bobot badan
Keterangan
: Superskrip yang berbeda
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
S1 : jantan
S2 : betina
B1 : bobot badan 1,1 –
1,3 kg
B2 : bobot badan 1,4 –
1,6 kg
B3 : bobot badan 1,7 –
1,9 kg
Tabel 4. ANAVA
WHC daging itik Manila
Keterangan
: S : Jenis Kelamin
B : Bobot badan
SXB : Pengaruh interaksi antara jenis kelamin dan
bobot badan
Dari analisis varians (Tabel 4) dapat diketahui bahwa jenis kelamin,
bobot badan dan interaksinya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P >
0,05) terhadap WHC daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional. Hal ini berarti bahwa itik Manila jantan
maupun betina dengan bobot yang berbeda mampu menghasilkan daging dengan nilai
yang relatif sama.
Perbedaan yang tidak nyata pada pengaruh jenis kelamin kemungkinan
berkaitan dengan kandungan protein daging yang diteliti yaitu protein myofibril
yang sangat berperan dalam WHC. Diduga
kandungan protein daging itik Manila jantan lebih rendah dari pada betina, oleh
karena itu jumlah molekul air yang terikat sedikit. Sementara pH daging itik Manila jantan lebih
tinggi yaitu 6,83 dan betina 6,77 yang menyebabkan jumlah molekul air yang
terikat lebih banyak. Pada keadaan ini
terjadi keseimbangan sehingga WHC tidak berbeda. Penelitian Abdelsamie dan Farrel (1985)
menunjukkan bahwa pada masa pertumbuhan komponen protein karkas itik Manila lebih
rendah disbanding betina, demikian juga penelitian Leclerq dan Carville (1985)
menunjukkan bahwa protein tubuh itik Manila lebih rendah dari pada betina. Menurut Laakkonen (1973) dalam Zein (1991)
hanya sekitar 30% dari daya mengikat air yang terdapat pada non protein
terlarut, selebihnya didistribusikan pada struktur protein terlarut.
Pada penelitian ini pH rata-rata di atas titik isoelektrik protein
daging yaitu sebesar 6,80. Pada keadaan
ini protein belum terdenaturasi sehingga protein daging masih kuat menahan air,
oleh karena itu WHC daging tinggi.
Soeparno (1992) menyatakan bahwa pH titik isoelektrik pritein daging
yaitu antara 5,0 sampai 5,1, jumlah grup yang bermuatan positip sama dengan
jumlah grup yang bermuatan negative.
Pada pH yang lebih tinggi dari titik isoelektrik protein daging terjadi
penolakan atau pemindahan sejumlah muatan positip dan surplus muatan negatip
sehingga menyebabkan penolakan dari filament-filamen yang akan memberi lebih
banyak ruang untuk molekul air. Menurut
Lawrie (1979) dan Forrest el al.
(1979) hal yang berkait dengan WHC adalah perubahan (denaturasi) protein
otot. Winarno (1984) menyatakan bahwa
denaturasi protein paling cepat terjadi pada pH mendekati titik isoelektrik.
WHC juga dipengaruhi oleh pemasakan atau pemanasan (Soeparno,
1992). Perbedaan yang tidak nyata pada
pengaruh jenis kelamin maupun bobot badan diduga karena dalam penelitian ini
itik Manila setelah dipotong direndam dlam air panas (scalding) pada suhu dan
waktu yang sama.
Dinyatakan pula bahwa pakan yang dikonsumsi sebelum pemotongan
mempengaruhi WHC. Diduga pakan yang
dikonsumsi oleh itik Manila yang berbeda bobot badannya adalah sama, karena
berdasarkan pengamatan selama penelitian itik Manila suka bergerombol atau
berkelompok baik di kandang maupun di lapangan.
WHC daging berpengaruh terhadap kualitas daging, karena WHC sangat erat
hubungannya dengan rasa dan keempukan (Hamm, 1964 dalam Soeparno, 1992). Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa WHC
sangat mempengaruhi keadaan fisik daging termasuk kesan jus dan keempukan
daging. Juga dinyatakan bahwa WHC yang
tinggi menyebabkan daging tidak banyak mengalami penyusutan dalam
penyimpanan. Sedangkan Soeparno (1992)
menyatakan bahwa daging yang mempunyai WHC tinggi akan lebih juiceness dan
lebih empuk.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
1.
Pengaruh
bersama antara jenis kelamin dan bobot badan itik Manila yang dipelihara secara
tradisional pada umur yang relative sama yaitu 6 sampai 7 bulan pada bobot
badan 1,1 sampai 1,9 kg menghasilkan daging dengan kualitas yang relative sam
ditinjau dari pH dan WHC.
2.
pH daging
itik Manila jantan cenderung lebih tinggi disbanding betina pada berbagai
tingkat bobot badan.
3.
WHC
daging itik Manila jantan maupun betina pada berbagai tingkat bobot badan
relative sama.
b.
Implikasi
Daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional baik jantan maupun
betina dengan bobot badan yang berbeda dapat digunakan secara luas sebagai
bahan pangan yang berkualitas ditinjau dari pH dan WHC.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelsamie, R.E.
dan D.J. Farrel. 1995. Carcass Composition and Carcass
Characteristics of Duck. In : Duck Production Science and World Practise (Ed. D.J. Farrel and P.
Stapleton). University of New
England. Armidale.
Buckle, K.A.,
R.A. Edward, G.H. Fleet and M. Wootton.
1978. A Course Manual in Food
Science. Australian Vice –
Chancellors. Typeset by Press Etching
Pty. Ltd. Brisbane.
Direktorat
Jenderal Peternakan. 1995. Buku Statistik Peternakan. Jakarta
Forrest, J.C.,
E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M.D. Judge and R.A. Merkel. 1975.
Principle of Meat Science.
Freeman and Company. San
Fransisco.
Lawrie,
R.A. 1979. Meat Science.
Second Edition. Pergamon Press.
Leclercq, B., H.
de Carville. 1995. Growth and Body Composition of Muscovy Duck. In
:nDuck Productio Science and World Practice (Ed. D.J. Farrel and P.
Stapleton). University of England. Armidale.
Samosir,
D.J. 1983. Ilmu Ternak Itik. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.
Soeparno. 1992.
Komposisi Karkas dan Teknologi Daging.
Fakultas eternakan UGM. University
Press. Yogyakarta.
Steel, R.G.D.
dan J.H. Torrie. 1980. Principles
and Procedured of
Statistics. Mc-Graw-Hill. Kojakusha Tokyo. Terjemahan : B. Soemantri. 1989.
Prinsip dan Prosedur Statistik.
PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G.
1984. Kimia pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.
(ditulis dari skripsi untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu PPs MP UR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar