Halaman

Senin, 07 Mei 2012

ONTOLOGI


PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT BADAN
TERHADAP pH DAN WHC DAGING ITIK MANILA
YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL

Siti Zunaenah

Abstract: A research entitle Effect of Sex and Body Weight to pH and WHC of Muscovy duck Meat that Traditionally Farm had been carried out since October 10 to November 1, 1995.  Get of sample Muscovy duck in Cilacap and test of pH and WHC Meat at THT Laboratory, Animal Husbandry Unsoed, Purwokerto.  That research matter was 66 berds of Muscovy duck from traditionally farm was slughtery
age, 6 to 7 mounth (to be puberty).  That research methode was suvey, its used in programme Completely Randomized Disighn (CRD) with factorial model 2 X 3,  that 11  replicated.  First  factor  was  the sex, i.e. : S1 (male) and S2 (female).  As second factor was body weight  i.e. : B1 (1,1 – 1,3 kg), B2 (1,4 – 1,6 kg) and B3 (1,7 – 1,9 kg).  The result of research data analisis can be summarized as follow :  treatment  interaction  non  significant  effect (P > 0,05) to meat  pH and WHC, i.e.  : 6,0  and  114,894.  The  sex  was significant  effect (P <0,05) on pH, mean value of meat pH from male Muscovy duck was higher than female, and non significant (P > 0,05) on WHC.  Body weight was non significant (P > 0,05) on pH or WHC)
Keywords: sex, body weight, pH and WHC


PENDAHULUAN
Kebutuhan gizi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan untuk mewujudkan bangsa yang sehat dan cerdas.  Kebutuhan ini semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah pendduduk dan kesejahteraan masyarakat.  Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat diperoleh dari pangan nabati maupun hewani.  Oleh karena itu produktivitas peternakan harus ditingkatkan baik berupa telur, susu atau daging.  Salah satu ternak penghasil daging yang cukup potensial adalah itik Manila (Cairina moschata).
Di Indonesia itik Manila kurang diperhatikan dan dipelihara secara tradisional (Bucle et. al., 1978) sehingga dagingnya kurang populer.  Pada umumnya daging itik yang dikonsumsi adalah itik afkir, itik jantan dan itik Serati yaitu itik persilangan itik Manila dan itik lokal (Setioko et al., 1985).  Berbeda dengan Negara maju, itik Manila telah dimanfaatkan sejak lama dan sekarang telah meningkat perannyakarena kualitas karkasnya melebihi karkas itik peking.
Daging itik Manila termasuk daging yang baik dibanding itik jenis lain (Samosir, 1983) dan memiliki protein yang cukup tinggi yaitu 16% (Direktorat Jenderal Peternakan, 1995) sehingga cukup potensial untuk dikembangkan.  Kelebihan lain itik Manila adalah mudah pemeliharaannya, tidak membutuhkan keterampilan dan biaya tinggi, cepat tumbuh dan tahan terhadap serangan penyakit.
Daging itik Manila sebagai bahan pangan hewani perlu diperhitungkan mutunya agar masyarakat tahu dan gemar mengkonsumsinya karena kesukaan konsumen dipengaruhi oleh mutu daging.  Sementara itu penelitian-penelitian terhadap mutu daging itik Manila masih jarang dilakukan terutama pada peternakan tradisional, padahal jenis itik ini di Indonesia masih dipelihara dengan sistem tersebut.
  Menurut Soeparno (1992), mutu daging dipengaruhi oleh keadaan sebelum dan sesudah pemotongan. Akan tetapi pada peternakan tradisional umumnya tidak memperhatikan faktor-faktor sebelum pemotongan.  Parameter yang berhubungan dengan kualitas daging biasanya meliputi pH (derjat keasaman), Daya Ikat Air oleh protein daging yang biasa disebut Water Holding Capacity (WHC), warna, keempukan dan tekstur, susut masak, flavor dan aroma.  pHdaging berhubungan dengan WHC, kesan jus daging, keempukan, susut masak, warna dan sifat mekanik daging (daya putus Warner-Bratzler), kompresi, adhesi dan kekuatan tarik.  Sedangkan WHC akan mempengaruhi susut masak kesan jus daging dan penyusutan pada waktu penyimpanan atau pelayuan.  
Karena pada umumnya ternak itik Manila masih dipelihara secara tradisional, maka bobot badan pada umur yang sama sangat bervariasi baik jantan maupun betina.  Jenis kelamin dan bobot badan pada waktu potong dimungkinkan berpengaruh baik secara bebas maupun kombinasi terhadap kualitas daging yang dihasilkan, yaitu antara lain pH dan WHC.  Dengan demikian perlu diteliti pengaruh jenis kelamin dan bobot badan itik manila terhadap kualitas daging yang dihasilkan pada peternakan tradisional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin dan bobot badan terhadap pH dan WHC daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional.  Diharapkan penelitian ini akan dapat memberikan informasi tentang pH dan WHC daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional baik jantan dan betina dengan bobot badan yang berlainan, sertalebih memasyarakatkan daging itik Manila sebagai bahan makanan yang berkualitas.

METODE PENELITIAN
            Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 10 Oktober sampai dengan 01 Nopember 1995.  Pengambilan sampel itik manila dilaksanakan di kabupaten Cilacap dan pengujian terhadap pH dan WHC daging dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.  Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey.  Rancangannya adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Steel dan Torrie (1980) dengan pola factorial 2 X 3.  Perlakuan yang digunakan terdiri dari dua factor.  Faktor pertama adalah jenis kelamin (S), terdiri dari S1 (jantan) dan S2 (betina).  Faktor kedua adalah bobot badan, terdiri dari B1 (1,1 – 1,3 kg), B2 (1,4 – 1,6 kg) dan B3 (1,7 – 1,9 kg).
            Dari kedua perlakuan diperoleh 6 kombinasi perlakuan dan masing-masing diulang 11 kali.  Materi penelitian yaitu sebanyak 33 ekor itik Manila jantan dan 33 ekor itik Manila betina yang terdiri dari 11 ekor untuk masing-masing perlakuan.  Prosedur pengukuran pH dan WHC adalah sebagai berikut :
1.        Pemotongan (penyembelihan) itik manila dengan cara memotong vena jugularis dan arteri carotis, kemudian dilakukan pembuangan bulu dan jeroan, pemotongan kaki dan kepala, demikian juga kulit dan lemak yang melekat.  Pemotongan dilakukan 10 kali (10 hari) dengan jumlah itik tiap kali pemotongan tidak sama.
2.        Pengambilan sampel daging pada daerah permukaan dada (Musculus pectoralis). 
3.        Pengukuran kualitas daging yaitu oH dan WHC untuk masing-masing sampel secara bergantian.
Sedangkan metode pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1.        pH menggunakan Hana Instrument Microcomputer pH meter, dan
2.        WHC diukur dengan metode Ham (Soeparno, 1992) yaitu dengan membebani atau mengepres 0,3 g sampel dengan beban 35 kg pada kertas saring Whatman 41 di antar du lembar plat kaca selama 5 menit.  Area yang ternoda cairan daging diukur dengan kertas millimeter blok.  Kandungan air diketahui dengan rumus :
Area Basah (cm2)
WHC =                                     - 8,0
                          0,0948

                                         a  daging pres
                
                                         b  total area

Area Basah = luas b – luas a (cm2)
Metode analisis data menggunakan Analisis Varians (ANAVA) atau Analysis of Variance.
1.        Model matematik :
            Yijk      = µ + αi + βj + (αβ)ij + ∑ijk
                Yijk         = nilai WHC dan pH daging itik Manila pada jenis kelamin ke-I,
   bobot badan ke-j dan ulangan ke-k
µ          = rataan seluruh perlakuan
α          = pengaruh jenis kelamin ke-i
βj         = pengaruh bobot badan ke-j
(αβ)ij     = pengaruh interaksi antara jenis kelamin ke-I dan bobot badan ke-j
ijk        = kesalahan percobaan

2.         Tabel ANAVA


HASIL DAN PEMBAHASAN
1.         Derajat Keasaman (pH)
Rataan hasil penelitian Pengaruh Jenis Kelamin dan Bobot Badan terhadap pH Daging Itik Manila yang dipelihara secara tradisional, adalah tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1. Rataan nilai pH daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional berdasarkan jenis kelamin dan bobot badan

Keterangan  :  Superskrip yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
                        S1 : jantan
                        S2 : betina
                        B1 : bobot badan 1,1 – 1,3 kg
                        B2 : bobot badan 1,4 – 1,6 kg
                        B3 : bobot badan 1,7 – 1,9 kg
Tabel 2. ANAVA pH daging itik Manila

Keterangan  :  S          : Jenis Kelamin
                        B         : Bobot badan
                        SXB    : Pengaruh interaksi antara jenis kelamin dan bobot badan

Pengaruh interaksi interaksi antara jenis kelamin dengan bobot badan terhadap pH  daging  itik  Manila  dari  hasil  analisis  varians  (Tabel 2)  adalah  tidak  nyata (P > 0,05), demikian juga pengaruh bobot badan tidak berbeda nyata.  Sedangkan jenis kelamin menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P < 0,05).
Dari data rataan, nilai pH daging itik Manila jantan lebih tinggi (6,83) dari pada yang betina (6,77), hal ini diduga laju glikolisis post mortem pada itik Manila jantan lebih lambat disbanding betina.  Perbedaan laju glikolisis dipengaruhi oleh cadangan glikogen otot. Soeparno (1992).  Cadangan glikogen otot berhubungan dengan aktivitas sebelum pemotongan.  Diduga itik Manila jantan mempunyai aktivitas yang lebih banyak sebelum pemotongan disbanding itik Manila betina, sehingga itik Manila jantan mempunyai cadangan glikogen lebih sedikit.  Cadangan glikogen yang sedikit menyebabkan asam laktat yang terbentu sedikit sehingga penurunan pH daging lebih sedikit.  Buckle et al. (1978) menyatakan bahwa apabila cadangan glikogen tinggi maka penurunah pH akan lebih tinggi, demikian pula sebaliknya.  Dinyatakan oleh Forrest et al. (1975) bahwa penurunan pH daging post mortem bervariasi di antara ternak.  Ada ternak-ternak yang mempunyai pH daging hanya menurun sedikit selama beberapa jam pertama setelah pemotongan dan pada saat tercapainya kekakuan daging, pH tetap tinggi yaitu antara 6,5 sampai 6,8.
Perbedaan yang tidak nyata pada pengaruh interaksi antara jenis kelamin dengan bobot badan, dan pengaruh bobot badan terhadap nilai pH diduga karena cadangan glikogen yang relatif sama antara itik Manila yang berbeda bobot badannya.  Diduga itik Manila dengan bobot yang berbeda tersebut mempunya aktivitas yang relative sama pada saat menjelang pemotongan sehinggamenghasilkan daging  denga pH yang relative sama. 
Keadaan pH daging sangat berhubungan dengan kriteria kualitas daging lain seperti WHC, susut masak, keempukan, dan kesan jus daging. (Soeparno, 1992).  Selama pH titik isoelektrik protein daging yaitu 5,0 – 5,1 belum terlampaui maka struktur daging masih kuat menahan air sehingga WHC daging tinggi.

2.        Water Holding Capacity
Hasil pengamatan selama penelitian diperoleh rataan nilai WHC daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional berdasarkan jenis kelamin dan bobobt badan, adalah tertera pada Tabel 2.
Tabel 3. Rataan nilai WHC daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional berdasarkan jenis kelamin dan bobot badan

Keterangan  :  Superskrip yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
                        S1 : jantan
                        S2 : betina
                        B1 : bobot badan 1,1 – 1,3 kg
                        B2 : bobot badan 1,4 – 1,6 kg
                        B3 : bobot badan 1,7 – 1,9 kg


Tabel 4. ANAVA WHC daging itik Manila
           
Keterangan  :  S          : Jenis Kelamin
                        B         : Bobot badan
                        SXB    : Pengaruh interaksi antara jenis kelamin dan bobot badan

Dari analisis varians (Tabel 4) dapat diketahui bahwa jenis kelamin, bobot badan dan interaksinya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P > 0,05) terhadap WHC daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional.  Hal ini berarti bahwa itik Manila jantan maupun betina dengan bobot yang berbeda mampu menghasilkan daging dengan nilai yang relatif sama.
Perbedaan yang tidak nyata pada pengaruh jenis kelamin kemungkinan berkaitan dengan kandungan protein daging yang diteliti yaitu protein myofibril yang sangat berperan dalam WHC.  Diduga kandungan protein daging itik Manila jantan lebih rendah dari pada betina, oleh karena itu jumlah molekul air yang terikat sedikit.  Sementara pH daging itik Manila jantan lebih tinggi yaitu 6,83 dan betina 6,77 yang menyebabkan jumlah molekul air yang terikat lebih banyak.  Pada keadaan ini terjadi keseimbangan sehingga WHC tidak berbeda.  Penelitian Abdelsamie dan Farrel (1985) menunjukkan bahwa pada masa pertumbuhan komponen protein karkas itik Manila lebih rendah disbanding betina, demikian juga penelitian Leclerq dan Carville (1985) menunjukkan bahwa protein tubuh itik Manila lebih rendah dari pada betina.  Menurut Laakkonen (1973) dalam Zein (1991) hanya sekitar 30% dari daya mengikat air yang terdapat pada non protein terlarut, selebihnya didistribusikan pada struktur protein terlarut.
Pada penelitian ini pH rata-rata di atas titik isoelektrik protein daging yaitu sebesar 6,80.  Pada keadaan ini protein belum terdenaturasi sehingga protein daging masih kuat menahan air, oleh karena itu WHC daging tinggi.  Soeparno (1992) menyatakan bahwa pH titik isoelektrik pritein daging yaitu antara 5,0 sampai 5,1, jumlah grup yang bermuatan positip sama dengan jumlah grup yang bermuatan negative.  Pada pH yang lebih tinggi dari titik isoelektrik protein daging terjadi penolakan atau pemindahan sejumlah muatan positip dan surplus muatan negatip sehingga menyebabkan penolakan dari filament-filamen yang akan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air.  Menurut Lawrie (1979) dan Forrest el al. (1979) hal yang berkait dengan WHC adalah perubahan (denaturasi) protein otot.  Winarno (1984) menyatakan bahwa denaturasi protein paling cepat terjadi pada pH mendekati titik isoelektrik.


WHC juga dipengaruhi oleh pemasakan atau pemanasan (Soeparno, 1992).  Perbedaan yang tidak nyata pada pengaruh jenis kelamin maupun bobot badan diduga karena dalam penelitian ini itik Manila setelah dipotong direndam dlam air panas (scalding) pada suhu dan waktu yang sama.
Dinyatakan pula bahwa pakan yang dikonsumsi sebelum pemotongan mempengaruhi WHC.  Diduga pakan yang dikonsumsi oleh itik Manila yang berbeda bobot badannya adalah sama, karena berdasarkan pengamatan selama penelitian itik Manila suka bergerombol atau berkelompok baik di kandang maupun di lapangan.
WHC daging berpengaruh terhadap kualitas daging, karena WHC sangat erat hubungannya dengan rasa dan keempukan (Hamm, 1964 dalam Soeparno, 1992).  Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa WHC sangat mempengaruhi keadaan fisik daging termasuk kesan jus dan keempukan daging.  Juga dinyatakan bahwa WHC yang tinggi menyebabkan daging tidak banyak mengalami penyusutan dalam penyimpanan.  Sedangkan Soeparno (1992) menyatakan bahwa daging yang mempunyai WHC tinggi akan lebih juiceness dan lebih empuk.

PENUTUP
a.    Kesimpulan
1.    Pengaruh bersama antara jenis kelamin dan bobot badan itik Manila yang dipelihara secara tradisional pada umur yang relative sama yaitu 6 sampai 7 bulan pada bobot badan 1,1 sampai 1,9 kg menghasilkan daging dengan kualitas yang relative sam ditinjau dari pH dan WHC.
2.    pH daging itik Manila jantan cenderung lebih tinggi disbanding betina pada berbagai tingkat bobot badan.
3.    WHC daging itik Manila jantan maupun betina pada berbagai tingkat bobot badan relative sama.
b.    Implikasi
Daging itik Manila yang dipelihara secara tradisional baik jantan maupun betina dengan bobot badan yang berbeda dapat digunakan secara luas sebagai bahan pangan yang berkualitas ditinjau dari pH dan WHC.

DAFTAR PUSTAKA
Abdelsamie, R.E. dan D.J. Farrel.  1995.  Carcass Composition and Carcass Characteristics of Duck.  In : Duck Production Science  and World Practise (Ed. D.J. Farrel and P. Stapleton).  University of New England.  Armidale.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet and M. Wootton.  1978.  A Course Manual in Food Science.  Australian Vice – Chancellors.  Typeset by Press Etching Pty.  Ltd.  Brisbane.
Direktorat Jenderal Peternakan.  1995.  Buku Statistik Peternakan.  Jakarta
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M.D. Judge and R.A. Merkel.  1975.  Principle of Meat Science.  Freeman and Company.  San Fransisco.
Lawrie, R.A.  1979.  Meat Science.  Second  Edition.  Pergamon Press.
Leclercq, B., H. de Carville.  1995.  Growth and Body Composition of Muscovy Duck.  In :nDuck Productio Science and World Practice (Ed. D.J. Farrel and P. Stapleton).  University of England.  Armidale.
Samosir, D.J.  1983.  Ilmu Ternak Itik.  Penerbit PT. Gramedia.  Jakarta.
Soeparno.  1992.  Komposisi Karkas dan Teknologi Daging.  Fakultas eternakan UGM.  University Press.  Yogyakarta.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie.   1980.   Principles  and  Procedured  of  Statistics.  Mc-Graw-Hill.  Kojakusha Tokyo.  Terjemahan : B. Soemantri.  1989.  Prinsip dan Prosedur Statistik.  PT Gramedia Pustaka Utama.  Jakarta.
Winarno, F.G. 1984.  Kimia pangan dan Gizi.  Penerbit PT Gramedia.  Jakarta.


(ditulis dari skripsi untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu PPs MP UR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar